
Forum Purnawirawan TNI-Polri menuai kritik setelah mengusulkan agar Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dicopot dari jabatannya.
Menanggapi hal tersebut, mantan Kepala Badan Intelijen Nasional (BIN), AM Hendropriyono, menyatakan bahwa menyampaikan aspirasi merupakan hak di negara demokrasi.
“Katanya negeri bebas (berpendapat), jadi mereka menyampaikan aspirasinya boleh dong,” ujar Hendropriyono saat ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Sabtu (26/4/2025).
Forum Purnawirawan Bebas Sampaikan Aspirasi
Hendropriyono menegaskan bahwa Indonesia memberikan kebebasan kepada warganya untuk menyampaikan pendapat.
Ia menilai, perbedaan pandangan merupakan bagian dari dinamika demokrasi yang harus dihormati.
Namun, ia menekankan bahwa penerimaan terhadap usulan tersebut tetap berada di tangan masyarakat luas.
“Soal itu benar atau tidaknya, itu kan terserah masyarakat bangsa Indonesia, boleh saja menyampaikan aspirasi,” tuturnya.
Lebih lanjut, Hendropriyono meyakini bahwa suara yang disampaikan para purnawirawan tetap berada dalam koridor ideologi Pancasila, serta telah melalui pertimbangan yang matang.
Latar Belakang Usulan Purnawirawan untuk Copot Gibran
Forum Purnawirawan TNI-Polri sebelumnya telah mengusulkan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk mencopot Gibran Rakabuming Raka dari jabatan Wakil Presiden.
Selain itu, forum ini juga mendesak adanya reshuffle terhadap jajaran menteri yang diduga terlibat dalam kasus korupsi, serta meminta tindakan terhadap aparat negara yang dinilai masih loyal kepada Presiden ke-7 RI, Joko Widodo.
Tuntutan tersebut menjadi sorotan publik karena dinilai menambah kegaduhan politik di tengah proses transisi pemerintahan.
Kritik dari Pengamat Politik
Pengamat politik Pieter C Zulkifli turut mengkritik langkah Forum Purnawirawan tersebut.
Menurut Pieter, seruan untuk mencopot Gibran terkesan lebih bermuatan politis daripada yuridis.
“Di saat negeri ini membutuhkan ketenangan dan arah yang jelas, justru mereka yang harusnya jadi sosok panutan memilih menabuh genderang kegaduhan,” kata Pieter Zulkifli, dikutip dari Tribunnews, Sabtu (26/4/2025).
Pieter mempertanyakan dasar hukum dari tuntutan tersebut, yang menurutnya hanya berlandaskan pelanggaran administratif dalam proses pencalonan.
Leave a Reply