
Pada momen ini, matahari akan berada tepat di atas Kabah, menjadikannya waktu yang sangat ideal bagi umat Islam untuk mengukur dan mengkalibrasi arah kiblat secara mandiri.
Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag, Arsad Hidayat, menjelaskan bahwa peristiwa Istiwa A‘zam atau Rashdul Kiblat akan berlangsung pukul 16.27 WIB atau 17.27 WITA.
Pada waktu tersebut, bayangan benda yang berdiri tegak lurus akan menunjuk ke arah yang berlawanan dari arah kiblat, sehingga bisa dimanfaatkan untuk memastikan arah kiblat secara akurat.
“Peristiwa Istiwa A‘zam atau Rashdul Kiblat akan terjadi pada Selasa dan Rabu, 15 dan 16 Juli 2025, yang bertepatan dengan 19 dan 20 Muharam 1447 H, pukul 16.27 WIB atau 17.27 WITA. Pada saat itu, matahari berada tepat di atas Ka’bah,” ujar Arsad saat dihubungi di Jakarta, Jumat (11/7/2025).
Verifikasi Mandiri Arah Kiblat
Menurut Arsad, fenomena ini memberikan kesempatan emas bagi masyarakat untuk memverifikasi arah kiblat secara langsung tanpa bantuan teknologi canggih. Siapa pun dapat melakukannya selama mengikuti prosedur yang tepat.
“Di saat Istiwa’ A‘zam, siapa saja, tanpa perlu memiliki keahlian atau perangkat teknologi tertentu, dapat ‘meluruskan’ arah kiblatnya sendiri,” ucapnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa momen matahari tepat di atas Ka’bah ini bersifat konfirmatif.
Artinya, jika arah kiblat yang selama ini digunakan sudah benar, maka hasil pengukuran pada saat Istiwa A‘zam akan memperkuat ketepatan tersebut.
Namun jika masih terdapat keraguan, momen ini bisa menjadi waktu yang sangat tepat untuk mengoreksinya.
Cara Mengukur Arah Kiblat Saat Istiwa A‘zam
Arsad juga memaparkan beberapa tahapan penting dalam proses kalibrasi arah kiblat saat Istiwa A‘zam:
1. Gunakan benda yang tegak lurus sebagai patokan bayangan. Untuk memastikan ketegakannya, bisa digunakan alat bantu seperti lot atau bandul.
2. Pastikan permukaan tempat pengamatan datar dan rata agar bayangan tidak terdistorsi.
3. Waktu pengukuran harus akurat, mengikuti waktu resmi yang dirilis oleh BMKG, RRI, atau Telkom.
“Ketepatan waktu sangat penting agar bayangan yang dihasilkan benar-benar mengarah sesuai posisi matahari yang sedang berada di atas Ka’bah,” tegas Arsad.
Arsad menambahkan bahwa fenomena Istiwa A‘zam hanya terjadi dua kali dalam setahun, dan seharusnya dimanfaatkan tidak hanya sebagai sarana teknis, tetapi juga edukatif dan spiritual bagi umat Islam dalam menjaga keakuratan arah kiblat untuk ibadah.
Fenomena ini juga menjadi pengingat pentingnya kesesuaian arah kiblat dalam pelaksanaan ibadah salat sehari-hari.
Dengan hanya menggunakan bayangan matahari, umat Islam bisa menyelaraskan kembali arah salat tanpa perlu menggunakan alat-alat modern seperti kompas atau aplikasi digital.
Leave a Reply